Thursday, March 14, 2024

Dancing midrise tower Jannevala Hotel, Bandung By budi Pradono

Dancing midrise tower

New Jannevala Hotel, Bandung

By budi Pradono

 

 

Introduction

Hotel ini adalah bagian dari hotel change yang ada di seluruh dunia dengan operator U yang berpusat di Thailand. Konsep hotel ini cukup menarik karena menerapkan manajemen penginapan 24 jam. Sehingga para tamu hotel bisa check out duapuluh empat jam setelah check in. Inilah yang membedakan dengan hotel-hotel lainnya yang menerapkan jam check in jam berapapun check out-nya tetap jam 12. Oleh karena itu desain yang dihasilkan harus menghasilkan ruang ruang public yang casual seperti di apartemen sendiri, lalu banyak area publiknya supaya pengunjung dapat menikmati area bersantainya di luar kamar. 

 

Konteks

 

Bangunan hotel ini berada di Kawasan komersial di jalan Aceh, Bandung dimana disekitarnya banyak sekali factory outlet disekitarnya, dibelakang hotel ini mall BIP sementara disampingnya hotel dirancang sekitar tahun 90-an pertanyaaan mendasar pada konteks urbannya adalah bagaimana bangunan ini merespon secara spesifik baik lifestyle Kawasan maupun konteks sejarah, seperti kita ketahui bahwa Bandung adalah calon ibu kota pengganti Jakarta sehingga kita dapat menemukan bangunan-bangunan pemerintahan yang dibangun sekitar tahun 1930-1935 dimana banyak arsitek dari Belanda dan Jerman  merancang bangunan-bangunan publik di kota bandung, dengan ciri-ciri Artdeco yang sangat kuat sehingga kita akan menggunakan konsep kekinian salah satunya adalah, mengangkat tarian Jaipong, merupakan tari tradisional di jawa barat, yang sempat di larang oleh pemerintah setempat, karena tarian ini terlalu seksi dan kurang selaras dengan budaya setempat. Tetapi polemik di masyarakt ini menjadi hal yang sangat menarik jika diangkat sebagai sebuah konsep arsitektur. Secara massa bangunan ini dirancang sebagai bangunan yang dinamis, dan menari di antara bangunan-bangunan di sekitarnya. Dengan dasar keberadaan bangunan berada di antara took-toko lifestyle untuk anak muda maka penting sekali untuk menentukan target market pengguna hotel ini tentunya adalah anak -anak muda / millennial sehingga kita perlu menciptakan formula supaya bangunan ini terlihat selalu muda, dinamis dan fotogenik. Dengan melakukan analysis urbanitas ada kecenderungan bahwa rata-rata bangunan di sekitarnya merupakan bangunan tunggal dan cenderung dibangun secara penuh di dalam site. Saya berpikir sebaliknya bagaimana menciptakan bangunan dengan footprint yang kecil dan dijadikan dua massa bangunan yang terpisah dan tersambung di sisi tengah. Pembagian dua massa bangunan ini dimaksudkan juga supaya mendapatkan pencahayaan alami yang extravaganza ke dalam bangunan. Bangunan ini harus menjadi katalis sekaligus media dialog antara bangunan komersial tahun 2000-an dengan konteks bangunan artdeco tahun 30-an

 

Bentuk dan estetika

 

Strateginya adalah membagi massa bangunan menjadi dua massa yang sama, sehingga kita dapat mengalirkan udara diantara kedua bangunan tersebut, sehingga secara fisika bangunan jika disisi dalam kedua masa bangunan itu dijadikan koridor maka koridor itu tidak perlu menggunakan AC sehingga hal ini menjadikan saving energi yang memadai karena AC-nya hanya diletakkan di setiap kamar tidur-nya saja. Kedua massa bangunan ini diikat oleh core lift  ditengah sebagai pengikat, sehingga antara massa yang satu dan massa yang kedua jika kita interpretasikan seperti penari jaipong, dua massa bangunan ini saling merespon, antara gerakan dinamis massa bangunan satu dan massa bangunan dua, sehingga bangunan ini menjadi bangun yang dinamis dan merepresentasikan budaya secara kontemporer. Mirip seperti tari Jaipong. Façade depan kea ah jalan raya dibuat dari kaca berwarna hijau kebiruan, sementara dikedua sisi kiri dan kanan façade-nya terbuat dari prefabricated exposed concrete. Dengan kaca kaca yang di susun miring ke kiri dan ke kanan. 

 

Pendekatan desain Dekonstruksi

Pada saat ini banyak sekali bangunan tinggi yang tumbuh di kota-kota besar di Indonesia, tetapi umumnya menggunakan semangat efisiensi, sehingga banyak sekali bangunan yang generic sehingga terbentuklah bangunan-bangunan modern yang mirip dengan façade yang sama yaitu ditutup kaca ataupun jendela kaca yang kotak atau dinding prefabricated, dalam projek ini saya ingin mempertanyakan konsep kestabilan; bagaimana jika saya mengunakan jendela kaca yang miring? Bagaimana saya menggunakan dinding prefabricated dari beton yang miring ke atas maupun kebawah? Tentu saja hal ini akan menghasilkan kualitas ruang yang sangat spesifik dan setiap ruangan yang terjadi memiliki kualitas ruang yang berbeda-beda antara satu ruang dan ruang lainnya, jadi ada 119 kamar yang memiliki kualitas ruang yang bermacam macam. Metode mempertanyakan kembali dasar dasar bentuk arsitektur pada umumnya ini mirip dengan teory Derrida yang mempertanyakan hal hal generic yang sudah ada dan mengangkat wacana baru agar kita memiliki sebuah text, atau kosa kata baru dalam typology bangunan hotel. 

 

Programming / fungsi

 

Bagaimana supaya hotel ini sustainable? Strateginya adalah membuat distribusi programming karena jika kita mengaju kepada peraturan, maka bangunan yang berdiri di atas tanah 1000m ini hanya boleh berdiri 8 lapis ketas dan 2 lapis kebawah. Strateginya adalah dengan membuat mezzanine di lantai ground floor lalu seluruh level lantainya memiliki ketinggian 4m floor to floor lalu kemudian seluruh ceilingnya dibuat expose, sehingga orang merasa tinggi dan luas di dalamnya. Secara programming kita mengatur area publik di lantai bawah dan atas lalu kita tambah garden di lantai satu, di lantai ground dibuat café dan lobby tetapi café nya memiliki akses langsung pada jalan utama sehingga memudahkan pejalan kaki untuk mampir ke café tersebut, seementara di rooftop nya dibuat gym dan bar serta swimming pool. Pada area tengah jadi kamar-kamar yang privat sehingga aktivitas publiknya didistribusikan di lantai atas dan bawah. Dengan komposisi programming seperti ini menyebabkan kamar kamar tidur yang berada di tengah-tengah akan mendapatkan privacy yang baik. 

 

Tantangan Tropikalitas

 

Dengan mengintegrasikan pohon besar ke dalam bangunan, dengan cara di tanam pada lantai pertama, pohon ini menjadi perekat antara dua massa bangunan yang terpisah, dan karena kedua sisi dalamnya merupakan koridor yang terbuka tentu saja hal ini memberikan feeling bagi penghuni hotel ini dekat dengan alam. Di sepanjang koridor yang terbuka di berikan planter box yang berjajar sehingga semua tanaman seperti menyelimuti bangunan di sisi dalam. Hal ini bisa di lakukan karena Indonesia berada di daerha katulistiwa sehingga respon yang positif dari tropikalitas ini adalah memberikan kesempatan bagi pengudaraan alamiah melewati koridor terbuka ini. Sehingga setiap teras memiliki kualitas penghawaan alamiah.  Juga pencahayaan yang memadai. Pada area roof top yang terbuka terdapat kolam renang yang Panjang ini memberikan rasa kesegaran juga memberikan efek infinity jika kita memandang kea rah luar bangunan. Kolam renang dan Pohon besar di tengah bangunan menjadi mediator anatara nature dan urbanitas di sekitar kota Bandung. Setiap kamar juga mendapatkan pemandangan ke arah luar dan matahari yang akan memberikan penerangan natural ke dalam kamar. 

 

Tantangan Interior

 

Tantangan interiornya adalah memanfaatkan kualitas ruang yang sangat spesifik. Secara volumetric salah satu sisi dindingnya miring ke atas atau miring ke bawah, hal ini meskipun dapat menghasilkan suatu kualitas ruang yang unik tetapi disisi lain hal hal teknisnya yang sedikit rumit. Misalnya fabric black out untuk menutup jendela tentu saja memerlukan dua buah rel di sisi atas dan bawah agar tidak jatuh di tengah tengah tempat tidur. Furniture yang lainnya juga dibuat se- ringan mungkin berbahan dasar kayu dengan struktur dari besi, hal ini agar memberikan dialog pada dinding concrete yang massif. Pada salah satu sisinya yang horizontal dibuat dengan finishing susunan bata yang dicat putih. Dialog antara beberapa material ini m,enghasilkan sebuah orchestra yang memberikan nilai pada ruang tidurnya. Pada area bar maupun breakfast semua material yang ada di kamar dibedakan dengan beberapa artikulasi di sisi dinding dan meja sehingga semuanya mendapatkan bagian dalam mengangkat spirit dancing hotel. 

 

 

komersialisasi

Hotel ini adalah bagian dari hotel change yang ada di seluruh dunia dengan operator U yang berpusat di Thailand. Konsep hotel ini cukup menarik karena menerapkan manajemen penginapan 24 jam. Sehingga para tamu hotel bisa check out duapuluh empat jam setelah check in. Inilah yang membedakan dengan hotel-hotel lainnya yang menerapkan jam check in jam berapapun check out-nya tetap jam 12. Oleh karena itu desain yang dihasilkan harus menghasilkan ruang ruang public yang casual seperti di apartemen sendiri, lalu banyak area publiknya supaya pengunjung dapat menikmati area bersantainya di luar kamar. 

 

1.     Dari sisi oprasi hotel berbintang 4 pada dasarnya menerapkan satu aturan dimana chekin-chekout,  chekin pada jam berapa pun chekout pada jam 12 siang. Chekin jam 3 sore maka siang hari ini dia berhak checkout 12 jam . hal ini akan memudahkan bagi pembisnis para peserta seminar maupun bisnismen pada bandung, masih ada waktu Kembali ke hotel, mandi sebelum pulang.

 

2.     Jatah breakfast 24 jam

3.     Bangunannya dibuat ikoni menjadi landmad baru kota bandung tetapi disisi lain hotel ini memiliki standart green yg tinggi krn semua koridor terbuka tanpa menggunakan ac shngga memnuhi syarat protokol covid-19

4.     Krn slrh koridornya trbuka sehingga menggunakan ac diruangan saja shngga dapat safeing energi.

 

 

No comments:

Post a Comment