Thursday, January 7, 2010

China Hills by MVRDV exhibition at Beijing Center for the arts

Pameran tentang China Hills karya MVRDV di Beijing Centre for the Arts, Beijing, China

Dibuka sejak tgl 28 November 2009 – 28 feb 2010 bertempat di Beijing Centre for the Arts

Pameran ini merupakan alternatif dengan hipotesis site 1x1x0.5 km persegi mampu menampung 100.000 orang dengan keseimbangan antara program urban dan nature, pertanian, dan produksi energy. Dengan bentuk gunung dan dapat direalisasikan dengan technologi terkini.

Pada tahun 2008 ini merupakan gerakan global dari populasi pedesaan menuju populasi urban. Pada duapuluhtahun terakhir perkembangan ekonomi yang luarbiasa telah menyebabkan urbanisasi yang tidak terkendali. Dengan ukuran yang sangat impresif

Proposal ini menggabungkan individualitas dengan tanggungjawab kolektif, yang menghubungkan arsitektur dengan urbanism dan merubah urbanism menjadi landscape architecture.

Beijing Center for the Arts, bekerjasama dengan project developer Beijing Vantone Three Dimensional City Investment Co. Ltd, menghadirkan pameran berjudul: “BCA Green Project II” – “Three Dimensional City: Future China”.

Dengan semangat kolektif dari arsitek-arsitek dunia dan para seniman tingkat Nasional maupun Internasional, meliputi para ahli urban planning, city ecology, lingkungan hidup, para pembuat keputusan dari pemerintah dan para stakeholder lainnya.








tulisan ini merupakan rangkuman dari Dezeen;
http://www.dezeen.com/2010/01/05/china-hills-by-mvrdv/

Beauty Parlor 'Fujitsubo' by Archivision hirotani studio

Bangunan seperti gunung ini merupakan beauty parlor di daerah omotesando Tokyo Karya Archivision Hirotani studio. Material yang digunakan seluruh claddingnya adalah tembaga. pada tiga opening di atas dapat menyalurkan pencahayaan ke dalam bangunan secara jernih.





via dezeen
http://www.dezeen.com/2010/01/06/fujitsubo-by-archivision-hirotani-studio/

Wednesday, January 6, 2010

Banyumas yang menyimpan keemasan

bagian dari Java trip 2009-2010
budi pradono
















Di tengah keindahan sungai Serayu, di desa Banyumas, sungainya yang lebar dan panjang berwarna coklat ternyata menjadi tumpuan hidup banyak orang, para penduduk sekitar yang menggali pasir tanpa henti. Di sisi pinggir sungai belasan truk antri menunggu datangnya pasir. sampai kapankah begini? di tepi sungai yng subur beberapa rumah memanfaatkan tanahnya untuk dibuat bata, dikeringkan dengan tungku dengan bahan bakar kayu di sekitarnya. tempat yang indah ini perlu seseorang untuk memikirkan sustainabilitas antara kehidupan warga sekitar maupun keseimbangan alam. Dengan perhitungan matematis setiap perahu mampu mengangkat 3 -4 m3 pasir, jika ada 50 perahu perhari kapan pasir ini akan kembali terisi. Ikan pun urung tinggal di sana, karena kekeruhan airnya. banyumas berarti air emas, seharusnya benar-benar mengandung emas. Jika keseimbangan kehidupan di sekitarnya semuanya saling mendukung. kapan emas itu ditemukan lagi?

Ketika Tungku harus tetap menyala

Desa Sruweg, Kebumen, desember 2009









(bagian dari catatan perjalanan Java trip akhir 2009)

Dalam perjalanan darat lintas Jawa, saya merasakan betapa masalah lingkungan senyatanya dihadapi di depan mata, karena semuanya saling terkait seperti gurita hampir-hampir saya sesak napas untuk mulai mengurainya satu demi satu. Di daerah Sruweg, kabupaten Kebumen sepanjang jalan banyak kita temui bangunan-bangunan yang unik dengan tambahan atap yang menjulang, ternyata itu adalah perusahaan genteng skala kecil. Ciri-cirinya di depan rumah tersebut selalu terhampar tumpukan kayu sebagai kayu bakar untuk memproduksi ribuan atap genteng yang kita pakai di atap rumah kita sehari-hari. saya sempat menemui salah seorang pemiliknya yang masih muda bernama Ahmad Teguh. Sadarkah dia bahwa usahanya telah menghabiskan ribuan pohon di desanya, atau bahkan merambah ke desa-desa lain di sekitarnya? Ahmad teguh dengan polos menjawab bahwa ini sudah seperti lingkaran setan dalam satu bulan dia membutuhkan kira kira 5o kubik kayu bakar. bayangkan jika satu desa tersebut memiliki 1000 pabrik rumahan berarti ada sekitar 50.000 kubik kayu yang harus ditebang setiap bulan. jika ini sudah dilakukan selama bertahun-tahun, bukankah mereka berperan serta dalam ketidakseimbangan alam, karena gundul lebih cepat? itu adalah matapencaharian mereka. Mereka butuh sekali teknologi kilen yang tidak membutuhkan kayu terlalu banyak. Atau sebaliknya mereka belum dibekali kesadaran untuk menanam 8 pohon setiap penebangan 1 pohon? Bagaimana juga dengan tanahnya? dari manakah tanah liat untuk membuat genteng? ternyata dari tanah-tanah subur sekitar desa Sruweg juga. bagaimana jika tanahnya habis juga? (budi pradono)

Tuesday, January 5, 2010

workshop on contemporary tea house at BINUS Uiversity, 3-5 jan 2010

Setelah persiapan selama beberapa bulan workshop selama 3 hari nonstop telah menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Dari sini sebenarnya kita dapat memetik beberapa pelajaran berharga yaitu: bahwa proses desain tidak berjalan secara liniear, bahkan bisa berubah-ubah karena kondisi lingkungan setempat, karena struktur yang tidak memungkinkan, karena material yang kurang konsisten dan seterusnya. Tentu saja kita semua pada akhirnya harus menghargai 'PROSES', selama proses kerja tarik menarik antar anggota tim menjadikan dinamika ini sebagai bagian dari kreatifitas sehingga menghasilkan karya yang tidak terduga! dari desain awal yang direncanakan di atas kertas ternyata ketika mulai dibangun tidak seperti yang dibayangkan. Jadi setiap tim harus bersiap diri menghadapi skenario dua dan tiga. Selamat kepada seluruh tim kerja dalam workshop ini!


(Budi Pradono)


Terima kasih atas kerjasama antara Jurusan Arsitektur BINUS university, Budi Pradono architects dan Urasenke Indonesia dalam acara workshop on contemporary teahouse. Budi Pradono architects mengucapkan terima kasih pada semua yang terlibat di dalam event ini: tim panitia dari BINUS: Dwi rinjani dan Bella serta jessica, Ega, Suluh, septrio, dan dite. kepada tim dosen dari BINUS: JF Bobby Saragih, pak Gatot, dan pak Firza serta dari Urasenke Indonesia dan seluruh mahasiswa dari BINUS, UNTAR, UI, UNPAR, UPI, ITENAS serta dari tim BPA (Ivy, Denaldo, Ricky setiawan, Tamila,R Mailisa, dan Budi Pradono)


Fluid box tea house dari Uinversitas Indonesia

dari kelompok PEAR: tim dari UPI dan ITENAS, Bandung

Lika liku tea house: team dari (UPI, Bandung) Dimas,Risya, elin

Puzzle Tea House karya Kelompok Melon (Univ Parahyangan, Bandung) Lynna, Felicia Thenardijaya, Stella Praba, Theresia Marcellina, Sheryl Liviana, Shielly Sunjaya, Franklin Winata, Evan Christian, Lie Chien Ta

karya Tim Anggur (UNTAR); Agung Cendana, Ignatius Erwin, steffi mettasari, & Gregorius Gerald
tea house karya tim dari ITI: Octa Ardila, Veby, Leonardo, Syamsul


Karya tim BINUS: Anindita Taufani, Anistia Rivani, Dely A. Afianti, Eki Yousha, Oka Arimuda A, Tesar Adityawan


Sunday, January 3, 2010

workshop on contemporary tea house at BPA studio 3 Jan 2010


Budi Pradono, Denaldo, Ivy, Stefi dan Agung (team UNTAR)
Ivy, Anin, Anis, Eki (BINUS)

Leonardo dan Veby(teamITI), Ricky Setiawan, and Budi Pradono