Perkembangan
Arsitektur Indonesia dalam pengamatan arsitek Indonesia
Memahami sejarah demi melahirkan kekinian[1]
Oleh: Budi Pradono[2]
Pengantar
Untuk memahami perkembangan arsitektur
Indonesia sebenarnya harus mendudukan arsitektur Indonesia di dalam konteks
sejarah. Pengetahuan akan sejarah, baik sejarah arsitektur Indonesia maupun
sejarah arsitektur barat akan memposisioning-kan para pelaku praktisi
arsitektur di dalamnya. Hal ini penting disadari agar semangat untuk
menghadirkan inovasi, semangat untuk menghadirkan kebaharuan atau kekinian akan
terus menyala yang selalu berkolerasi dengan lifestyle, kehidupan masyarakat middle
class di kota-kota besar di Indonesia maupun juga dengan kemajuan
komunikasi dan tehnologi. Hal ini dengan jelas telah merubah cara berpikir,
strategi inovasi, maupun dalam penggunaan material baru yang semakin hari
semakin melewati batas-batas geografis suatu negara. Tulisan ini dibagi dalam
beberapa bagian yaitu; Arsitektur Kolonial dan Arsitektur Indonesia, Arsitektur
Paska reformasi 1998, Arsitektur Nusantara dan arsitektur Hijau. Arsitektur
dalam praktek di studio BPA, dan yang terakhir adalah Arsitektur masa depan era
Jokowi.
1. Arsitektur Kolonial
dan Arsitektur Indonesia
Arsitektur Kolonial saya definisikan sebagai arsitektur jaman penjajahan Belanda. Setelah diamati secara seksama Kota Jakarta pada abad ke 18 ternyata memiliki kesamaan sejarah dengan kota New York. Pada masa itu Belanda sudah mencanangkan Jakarta sebagai kota maritim yang tidak berbeda dengan kota Amsterdam di Belanda maupun Manhattan di New York, Amerika Serikat. Pada masa pra kolonial pada abad 12 hingga abad 16 sejak Kerajaan Pajajaran yang diberi nama Sunda Kelapa pada pantai utara Jawa, yang terletak di hilir Kali Ciliwung. Namun kerajaan Padjajaran ini tidak dapat bertahan lama ketika pada tahun 1527 Sultan Hassanudin menyerang dan menguasai Banten dan Sunda Kelapa. Sejak tanggal 22 Juni 1927, Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (bahasa sanksekerta berarti Kota yang Jaya). Disebutkan dalam buku Dumarcay pada abad ke 17, Jayakarta memiliki populasi kira kira 10.000 orang.
Kita bisa melihat bahwa orang orang Belanda (VOC) mencoba mengimplementasikan grid kota
Batavia berukuran 2,250 m panjang dan 1500m lebarnya, berdasarkan rancangan Simon
Stevin tentang ‘Ideal city plan’ yang
terinspirasi dari buku Saint Agustine diimplementasikan pada tahun 1650 berupa Batavia city plan. Dengan kanal-kanal
yang mirip kota Amsterdam.[3]
Gambar1. Batavia Belanda tahun 1981, dibangun di daerah
yang sekarang disebut Jakarta Utara.
Sumber ; http://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_India_Company .
Diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.20 WIB
Pada tahun 1740, ketika VOC, Belanda berusaha
mengurangi populasi masyarakat China keturunan yang tinggal di Jayakarta,
dengan kebijakan untuk memulangkan para pelaku kriminal ke negaranya sekaligus
melarang kedatangan orang-orang China baru, hal ini menyulut kemarahan
masyarakat keturunan China di Jayakarta, perlawanan ini
mengakibatkan terbunuhnya hampir ribuan orang-orang China yang tinggal di
Batavia. Pada tahun 1799 masyarakat China dapat kembali tinggal secara aman di daerah
Wetevreden area di luar Benteng kota Batavia.
Sumber ; http://www.nc-chap.org/castello/index.php . Diakses
tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.25 WIB
Dari sejarah di atas dapat kita simpulkan
bahwa situasi politik dan kerusuhan pada abad 17 tersebut mempengaruhi
perubahan penataan kota sekaligus mempengaruhi model permukiman setempat.
Pemindahan kota administrative Batavia ke kawasan Weltevreden dan Koeningsplein
sekarang menjadi Lapangan Banteng dan Monas, sebenarnya di titik itu Jakarta
mulai meninggalkan ciri kota Maritim sehingga dalam perkembangannya kawasan
hinterland seperti, Sudirman, Thamrin, dan Casablanca berkembang pesat sebagai
pusat perdagangan, [4]
sementara pusat kota yang lama jadi terabaikan.
Jika
kita pelajari dari sejarah situasi di Batavia masa itu juga terjadi di New York
Sungai Hudson di New York ditemukan oleh Henry Hudson pada tahun 1609. Pada
tahun 1623 ada sekitar 30 keluarga yang berdatangan ke kota Manhattan di antara
mereka ada seorang insinyur Belanda bernama Cryn Fredericksz, yang membagi
tanah di kota Manhattan menjadi beberapa parcel.[5]
Gambar3: Peta Lower Manhattan tahun 1847.
Sumber ; http://commons.wikimedia.org/wiki/File:1847_Lower_Manhattan_map.jpg . Diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19 35
WIB
Kota
Manhattan dibagi dalam ‘grid’ kota, penduduk lokal lebih suka menggunakan
ukuran ‘block’ seperti misalnya dua
blok atau lima blok dari satu tempat. Biasanya di kota New York, 1 miles sama dengan
20 blok. ‘A few block’ berarti
jarak yang dekat dan bisa jalan kaki saja. Sistem grid di Manhattan telah
dilaksanakan pada tahun 1811 melalui satu undang-undang di Dewan Legislatif New
York yang dikenal sebagai Commissioner’s
Plan of 1811. Grid kota Manhattan tersebut merupakan cikal bakal urbanisme
dimana kepemilikan dalam satu blok terdiri dari kepemilikan publik, jalan dan
serta kepemilikan pribadi di dalam lot tanah tersebut. Hal ini sangat menarik
bahwa grid kota Manhattan tidak berubah selama lebih dari 200 tahun.
Dengan
memperhatikan sejarah kota Batavia / Jakarta, Amsterdam dan Manhattan, kita
dapat mengetahui adanya kemiripan morfologi kota karena dibangun pada abad yang
hamper sama dan juga sama sama dikuasai oleh orang orang Belanda. Sehingga
kemiripan itu menimbulkan pertanyaan mengapa grid kota Batavia yang berubah
arah dan tidak mampu bertahan lama. Hal ini terjadi ketika pada awal abad
Sembilan belas ketika Pemerintahan Batavia di pindahkan kea rah lapangan
Banteng dan Monas sehingga sejak titik itu orientasi kemaritiman mulai
tereduksi terlebih lagi ketika tahun 50-an ada penolakan semua yang berbau kolonial,
terjadi pengusiran seluruh tenaga ahli dari negeri Belanda, termasuk arsitek,
perencana kota serta dosen-dosen pengajar yang ada di ITB. Pemidahan pusat kota
kearah tengah, telah merubah orientasi, yang tadinya berorientasi maritim
menjadi berorientasi ke darat.
Arsitektur
Indonesia mulai tumbuh dan menggeliat ketika jaman pemerintahan Soekarno,
presiden pertama republik Indonesia. Dengan semangat nasionalismenya beberapa
bangunan dikompetisikan secara baik, dan para pemenangnya diimplementasikan
dilapangan sebagai symbol-simbol Negara. Contohnya adalah gedung MPR-DPR di
jalan Gatotsubroto, Gedung Bank Indonesia, masjid Istiqlal, dan lain
sebagainya.
Pencarian
arsitektur modern pada era Soekarno yang anti imperialis dan anti kapitalis,
pada era Soeharto berubah haluan dimana booming minyak dan perlunya pembangunan
besar-besaran di ibukota Negara, dalam era Soeharto era kapitalisme, kita bisa
melihat sepanjang jalan jendral sudirman dan Thamrin hadir berderet-deret
bangunan gedung-gedung tinggi yang memiliki kesamaan bahasa, bahasa kaca, dan
hampir 85 % dirancang oleh arsitek asing(Amerika) inilah yang memicu hadirnya
semangat baru di kalangan arsitek Muda Indonesia (AMI) yang mencoba unjuk gigi.
Dalam era kapitalisme Soeharto kita bisa membaca bahwa ‘sisi gelap’ modernisme
menurut Anthony Giddens dalam ‘The
Consequence of Modernity (1990) benar-benar nyata yaitu petaka bagi umat
manusia.[6]
2. Arsitektur Paska Reformasi 1998
Turunnya
Soeharto sebagai presiden sekaligus pahlawan pembangunan menyebabkan eforia
kegembiraan tapi sekaligus gamang, karena keinginan untuk berexpresi dibatasi
oleh krisis ekonomi disertai juga dengan isu keamanan, seperti diketahui ketika
turunnya Presiden Soeharto (1970-1998) dibarengi dengan aksi pembakaran
bangunan-bangunan serta penjarahan pada bangunan komersial dan serta pembakaran
rumah-rumah orang-orang kaya yang umumnya yang ber-etnis Tionghwa. Hal inilah
yang mendasari bahwa proyek-proyek dari para arsitek Muda Indonesia diwarnai
oleh proyek-proyek berskala kecil (private house) yang pada umumnya meminta
standard perancangan dengan system keamanan yang maksimal. Bangunan-bangunan
publik juga belum di kompetisikan secara baik dan maksimal meskipun sudah ada
beberapa namun dengan kuantitas yang sangat sedikit.
Pada era SBY meskipun
kompetisi bangunan publik sudah mulai diperbanyak namun belum mengurangi
substansi dasar misalnya bangunan-bangunan rumah susun maupun sekolah atau
universitas belum diserahkan pada arsitek yang ber-konsep.
Pada
era kepemimpinan presiden Soesila bambang Yoedoyono (SBY) tidak terlihat satu
upaya untuk membangun monumen yang dapat membanggakan sehingga hampir tidak ada
bangunan publik yang baik. Pada lima tahun pertama gedung pemerintah yang sangat
menonjol adalah gedung kementrian perdagangan yang pada saat itu dijabat oleh
Marie Elka Pangestu, dan menunjuk arsitek DCM untuk merancang gedung tersebut
dan memperoleh penghargaan IAI award.
3.Arsitektur Nusantara dan Arsitektur Hijau
Pada
lima tahun terakhir pemerintahan SBY (2010-2014), isu tentang Arsitektur
Nusantara dan Arsitektur hijau semakin menguat. Hal ini didorong oleh
percepatan informasi sebagai efek dari globalisasi dimana terjadi ketidak
seimbangan alam (terjadi bencana bumi, tanah longsor, tsunami, banjir)
menyebabkan para arsitek mulai memperhatikan kembali aspek-aspek hijau di
setiap bangunanya, bahkan karena adanya sertifikasi hijau oleh lembaga-lembaga
independen seperti LEED di Amerika serikat, dll.
Di
sisi lain arsitektur Nusantara banyak sekali mendapatkan perhatian, ini mulai
diangkat oleh almarhun DR. Galih Pangarsa dari Universitas Brawijaya, Malang
serta Josef Prijotomo prof. dari Universitas sepuluh November, Surabaya.
Adapaun arsitek praktisi yang sangat antusias menyelamatkan kembali arsitektur
Nusantara adalah Yori Antar (yayasan Rumah Asuh) yang salah satu karya
pembangunan kembali bangunan tradisional di Wae Rebo[7]
mendapatkan UNESCO Award dan juga sebagai finalis pada Aga Khan Awards yang
merupakan penghargaan tertinggi yang setara dengan penghargaan hadiah Nobel.
4. Arsitektur dalam praktek di studio BPA[8]
Praktek
arsitektur yang ada di dunia terbagi ke dalam beberapa golongan atau kategori
terutama dalam spesialisasi yang dikerjakan praktek arsitektur yang fokus pada
perancangan bangunan komersial, bangunan rumah, bangunan hospitalitas (hotel/
villa), desain urban. Dalam studio yang saya pimpin Budi Pradono Architects
(BPA) berdiri tahun 2005, mencoba mendefinisikan sebagai firma arsitektur yang
berbasis riset. Hal ini memberikan output yang luas baik di bidang perancangan
urban, bangunan privat, maupun bangunan kebudayaan dan komersial. Sebenarnya
basis penelitian ini memberikan kesempatan yang luas agar BPA dapat selalu
berinovasi dengan begitu karya-karyanya merupakan sesuatu yang benar-benar baru
sehingga ke depannya dapat menggoreskan sejarah arsitektur di Indonesia. Dari
sisi perancangan juga diharapkan dapat menjadi global karena mereduksi batas
geografis suatu Negara, diharapkan ke depan dapat menjadi bagian dunia yang
lebih luas. BPA karena berfokus pada perubahan lifestyle masyarakat kontemporer
tentu saja bersentuhan dengan kehidupan masyarakat dunia terkini, hal inilah
yang menyebabkan analysis-analysis pada perubahan masyarakat ini yang akan
menentukan rancangan sehingga rancangan-rancangannya menjadi sangat spesifik.
Dalam presentasi kali ini saya akan menjelaskan metode dan sekaligus
rancangan-rancangan terkini, yang terdiri dari 6 studi kasus; ke enam proyek
arsitektur ini semuanya memiliki beberapa pendekatan yang berbeda-beda, namun
juga memiliki garis merah yang sejalan antara lain adalah pendekatan
programming dan diagraming yang dapat diimplementasikan pada setiap study
kasus. Perbedaan mendasar dari setiap proyek adalah karakteristik lokalitasnya atau
konteks. Dengan begitu ramuan arsitekturnya adalah perkawinan antara
programming dan konteks tempatnya atau the spirit of place nya.
a. Study kasus proyek Kencana House-isu keamanan dan kenyamanan tinggal di
sekitar komunitas campuran.
Kencana House[9]
terletak di sisi pinggir kompleks perumahan atau area gated community, karena
letaknya di perempatan jalan tentu saja bangunan yang akan dibangun ini
berhubungan langsung dengan para tetangga baik perkampungan informal, pasar
dengan sampahnya, sementara di sisi dalam juga berdekatan dengan kuburan tepat
berada di tengah-tengah complex. Keluarga ini mengalami pengalaman buruk saat
kejadian kekacauan politik dan ekonomi di tahun 1998 ketika era reformasi
dimulai menggantikan rezim Soeharto yang otoriter dan mengagungkan kapitalisme.
Tentu saja trauma ini tidak bisa hilang ketika mereka kembali ke Indonesia.
Oleh sebab itu ketika saya dipercaya untuk merancang rumah mereka sebenarnya
obyek risetnya adalah hubungan antara keluarga tersebut yang erat dan ditunjukkan
dengan rumah lamanya dimana meja makan dan perpustakaan keluarga adalah pusat
komunikasi keluarga.
Gambar4: Kencana House, foto oleh Budi Pradono,
cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects
Sementara di sisi
urban adalah bagaimana mengantisipasi aspek keamanan yang super aman atau aspek
keamanan bangunan tapi juga sekaligus ramah pada lingkungan. Saya juga ingin
menghadirkan urban void sebagai usaha untuk memberikan pencahayaan alami ke dalam
bangunan sebanyak-banyaknya. Pemrograman kembali seluruh kebutuhan ruang
akhirnya membentuk satu komposisi yang mengadopsi konsep atrium di tengah
rumah. Secara zonasi seluruh ruang ruang privat seperti ruang tidur dan
perpustakaan berada di lantai dua. Sementara ruang makan dan perpustakaan
memiliki hubungan vertical yang mengimplementasikan lifestyle para penggunanya.
Jadi meskipun memiliki rumah baru lifestyle berkumpul diantara keluarga baik di
ruang makan maupun perpustakaaan tetap terjaga. Secara Urbanitas saya ingin
menghadirkan softscape pada rumah ini dengan jalan menghijaukan seluruh rumah
supaya rumah ini memiliki kesan yang lembut (soft) pada sekitarnya oleh karena
itu seluruh muka bangunan pada sisi bawah dipenuhi dengan tanaman sementara di sisi
atas (bagian-bagian yang lebih privat) di tutup dengan metal sebagai secondary
skin. Metal ini diberi pelubangan berupa pola bunga Flamboyan (sebagai bunga
kesayangan pemilik) agar memiliki keterkaitan historis dengan masa kecilnya.
Pelubangan ini dengan menggunakan teknologi lasercut memberikan efek yang
dualism, di satu sisi memberi keamanan jika terjadi kekacauan karena terbuat
dari metal yang keras, di sisi lain skin ini memberikan pencahayaan yang
eksotis ke dalam kamar (ruang-ruang privat) pada pagi hari, sementara di malam
hari bangunan ini diharapkan dapat menjadi penerangan masyarakat di sekitar
bangunan. Metode ini merupakan metode kompromi yang sangat fundamental dalam
konteks urban sekaligus menjawab tantangan programming di dalam hunian.
b. Study kasus proyek A house, Bintaro-isu tipology baru bertinggal
dengan mendekatkan kembali pada alam, menanggapi lifestyle bertinggal dengan
gadget.
Pada study kasus A-House memiliki kemiripan dalam hal posisi
rumah yang berada di pertigaan di satu sisi berbatasan dengan jalan dan sungai
yang memotong kompleks perumahan / gated community ini jalan yang melintas di
samping sungai adalah jalanan umum yang menghubungkan jalur pasar perumahan dan
juga informal urban kampong. Di sisi lain pemilik rumah merasa tergangu dengan
adanya kendaraan yang lalu lalang di samping rumah sehingga strategi
programmingnya adalah dengan menempatkan ruang makan dan pantry di area lantai
dasar, di lantai ini pula dibangun trap tempat duduk yang sekaligus sebagai
penetrasi kebisingan.
Gambar5: A House, foto oleh Fernando Gumulya,
cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)
Pemilik rumah adalah seorang dokter bedah yang harus bekerja
hingga larut malam, keluarga ini juga adalah pecinta tanaman dan aquascape.
Stretegi yang dilakukan adalah mempertahankan pohon yang sudah ada, yaitu pohon
ketapang kencana yang sangat besa dan berumur kurang lebih sepuluh tahun, tingginya
sekitar Sembilan meter. Karena memberi perhatian khusus pada pohon ini sehingga
komposisi rumah yang harus mengalah. Karena bangunan ini berada di wilayah
Bintaro saya ingin membawa semangat penghijauan ke dalam bangunan ini. Secara
extreme, sebuah pohon Pule berhasil di tanam di sisi dalam rumah dengan begitu
pengguna nya akan merasa tinggal ditengah hutan. Di sisi samping jalan juga
berhasil di tanam dua pohon pule. Pohon ini di pilih karena memiliki makna
simbolis dimana kulit dan daunnya dapat dipergunakan sebagai obat. Di lantai
tiga adalah master bedroom. Kamrmandinya dibuat berada tepat di sisi jalan
berdampingan dengan pohon-pohon Pule di sisi jalan, sehingga ketika mandi
pemiliknya merasa kembali kea lam, kedekatan kepada alam menjadi isu yang
signifikan pada masa kini setelah setiap orang mulai mencintai gadget /
smartphone, sehingga kedekatan dengan alam perlu di ciptakan kembali.
d. Study kasus Rumah Miring[10]-isu sebagai kritik pada fenomena gated
community yang cenderung memerlukan symbol-symbol kesuksesan.
Rumah kecil ini ukuran kapling 8m x 20 m berada di kawasan
Pondok Indah, meskipun menjadi bagian dari gated community tetapi bangunan ini
tepat berada di antara batas sungai dan permukiman kampong yang masih aseli.
Kawasan Pondok Indah di wilayah Jakarta Selatan merupakan complex perumahan /
gated community yang sangat berhasil yang dibangun pada tahun 80-an. Sejak saat
itu hingga sekarang Pondok Indah menjadi symbol status. Beberapa anggota
parlemen yang sukses di Jakarta, maupun artis dari daerah lain yang sudah
merasa berhasil mereka merasa perlu memiliki rumah di kawasan ini.
Simbol-simbol kesuksesan ini selain lokasi / keberadaannya pada umumnya
ditunjukkan juga dengan bahasa arsitekturnya misalnya dengan menggunakan
kolom-kolom struktur yang memiliki kemiripan dengan yang ada di Italy mapun
Perancis, dengan wajah kepalsuan. Pilar-pilar ini menunjukkan kesuksesan. Untuk
menjawab tantangan inisaya mulai mempertanyakan kepada pemiliknya apakah dia
masih memerlukan symbol-simbol itu atau malah sebaliknya? Ternyata dia setuju
untuk membongkar situasi ini dengan mendekonstruksi wacana yang sudah umum
dengan memiringkan seluruh rumah menjadi sesuatu yang hamper jatuh.
Gambar6: Rumah Miring, foto oleh FX. Bambang SN,
cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)
Ini merupakan sebuah perlawanan yang cukup extrim. Arsitek
diberi keleluasaan untuk mencermati lingkungan sekitarnya dan bereaksi dengan
proposal ini. Rumah Ini juga bertetangga dengan rumah salah satu musisi
Indonesia Ahmad Dhani yang sem;at membuat kehebohan gara-gara kostum nazi yang
digunakan pada saat kampanye pemilihan presiden. Rumah Dhani dicat berwarna
serba hitam, sementara rumah ini di cat serba putih. Kebetulan yang tidak
disengaja ini semakin memperkuat posisioning rumah miring sebagai sebuah karya
arsitektur yang mengkritisi lingkungannya , arsitektur menjadi device / alat
kritik.
c. Gugenheim museum Helsinki[11]-isu kinetik fasad dan pendekatan urban,
penyatuan dengan lingkungan teluk dan kawasan kota lama.
Bilbao effect yang
dibuat oleh Frank Gehry pada kota lama Bilbao seperti ingin diulang kembali di
berbagai tempat di belahan bumi yang lain.
Gambar7: Gugenheim museum Helsinki 2014, images
cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects
Dalam proyek ini
Gugenheim musem tentunya ingin mendapatkan effek yang sama, sebagai kota desain
Helsinki mengkompetisikan secara internasional proyek ini. Ide dasarnya adalah
bagaimana membuat bangunan yang sangat sederhana, mencerminkan kota Helsinki
tetapi di sisi yang lain sangat canggih dan sekaligus cantik yang mencoba mengimplementasikan
seluruh inovasi yang pernah ditemukan mulai dari kinetic facad pada sisi yang
menghadap laut hingga partisi pembatas ruang yang mampu dipindahkan dengan
mudah baik oleh pengunjung museum itu sendiri atau p[ara kuratornya. Ini
menyiratkan bahwa inovasi di bidang dinding dan sekaligus pencahayyan akan
menghasilkan Bilbao effect yang benar-benar berbeda./ dinding partisi yang
terbuat dari balon yang direkatkan ke latai dengan mennggunakan magnet dapat
mengalami iluminasi sehingga dinding balon ini bisa menyala, maupun menjadi
dinding yang massif semi transparan mapun transparan. Inovasi dalam
pengorganisasian ruang ini juga dibarengi dengan lantai yang ondulating yang
membentuk gunung yang landai. Atapnya yang landi berbentuk seperti bukit yang memiliki
terasering yang juga berfungsi sebagai tempat duduk bagi masyarakat. Dari sana
masyrakata dapat menikmati keindahan teluk itu maupun dapat menikmati kawasan
kota lama juga aksesbilitas yang langsung ke arah taman kota.
d. Art Villa-Anti object-isu bagaimana menciptakan hunian yang tidak
perlu lagi berteriak di sekelilingnya.
The hobbit ini
merupakan art villa di daerah perbukitan di Dago Giri Bandung, merupakan perancangan hasil kolaborasi dengan
seniman kontemporer Indonesia, Agus Suwage; pada awalnya karena complex kawasan
art villa ini terdiri dari 19 villa dan satu restaurant yang terdiri dari 5
arsitek bersama 5 seniman. Hamper semua arsitek merancang bangunannya berbagai
macam bentuk dan ketika maketnya disatukan terlihat seperti sekumpulan patung
yang saling berteriak.
Gambar8: Hobbit House, Art Villa, Pager
Wangi, 3d model oleh BPA Team, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)
Kita memutuskan
untuk membuat artvilla yang tidak perlu lagi berteriak sehingga seluruh program
ruangnya di tanam ke dalam tanah. Dengan menanam seluruh ruang ke dalam tanah
villa ini mengandalkan pencahayaan alami dari atas. Void dibuat di tengah yang
memberi penerangan pada setiap kamarnya seluruh dindin bangunan dibuat dari
adobe. Kita menginginkan bahwa semua tanah dari lokasi ini digunakan kembali
untuk membuat dinding adobe ini.
e. Kampung vertikal di Manggarai, Jakarta-isu kemandirian energy, dan ruang publik
yang memadai, transformasi kampong horizontal menjadi kampung vertikal.
“Inverted Pyramid”
atau Piramida Terbalik mengusulkan adanya pendefinisian ulang dari kampung
tradisional pemukiman di Jakarta menjadi sebuah desa kontemporer vertical yang
terletak di wilayah Manggarai kota. Sebuah kampung biasanya didefinisikan
sebagai pemukiman yang sangat informal dan tidak teratur serta seringkali
menjadi wilayah padat penduduk.
Gambar9: Inverted Pyramid, Kampung Vertikal, 3d
model oleh BPA Team, cortesy BPA
Sumber : dokumentasi budi pradono architects (BPA)
The Inverted Pyramid atau Piramida terbalik ini menggunakan prinsip-prinsip informal yang sama, yang memungkinkan munculnya ruang sosial secara acak di dalam rongga kosongnya, selain itu juga memungkinkan
adanya kepadatan penduduk yang lebih
tinggi di daerah tersebut yang
disebabkan oleh siaft alamiah dari kondisi vertikal tersebut. Piramida terbalik oleh BPA merupakan
proposal masa depan yang bertujuan
untuk membalikkan persepsi
piramida sebagai tempat
eksklusif untuk keluarga raja
dan upacara,
membuatnya lebih dapat diakses untuk semua orang.
Kerucut terbalik yang baru ini akan memberikan ruang publik serta menampung air
dan matahari untuk memberikan energi bagi piramida.
Struktur
kerangka baja tidak hanya menghasilkan energi untuk piramida melalui
pengumpulan sinar matahari, tetapi juga menjadi rumah bagi
sejumlah lahan pertanian dan perikanan, dan memberikan ruang anjungan
bagi unit bisnis untuk dapat
bekerja dan hidup. Piramida menyediakan enam blok untuk perumahan sosial serta satu blok untuk fasilitas
umum termasuk masjid, gereja,
fasilitas rekreasi dan parkir mobil. Hal ini juga mencakup sebuah taman kota yang luas ke dalam tata kota. Konsep baru ini berusaha untuk mempertahankan budaya dan gaya hidup yang sudah ditemukan di Kampung tradisional, memungkinkan bagi individu dan keluarga untuk membangun
kembali dan merenovasi rumah
mereka sendiri dengan tipologi
yang berbeda dari pintu, jendela dan bagian-bagian lainnya,
yang membuatnya menjadi kunci untuk tumbuhnya semangat di pemukiman. Namun,
piramida adalah tempat
tinggal yang jauh lebih
berkelanjutan daripada desa-desa tradisional yang
terhampar secara horisontal karena
struktur dalam piramida dapat menghasilkan
energi untuk tempat tinggal,
yang biasanya tidak ditemukan dari
struktur rumah tradisional. Infrastruktur
dari piramida memungkinkan orang untuk mencapai tingkat tertinggi
dengan mudah melalui lift, tangga dan moda transportasi lainnya. Bagian tingkat atas terhubung dari satu sisi ke sisi lainnya melalui serangkaian trotoar
pejalan kaki bertingkat di seluruh ruang piramida.
Dalam setiap piramida masyarakat diberikan tunjangan untuk mengembangkan bisnis berbasis rumah, seperti menjahit pakaian, memperbaiki barang listrik dan sebagainya, dalam rangka mendukung sektor informal dalam masyarakat dan menjaga keseimbangan kota dan berkontribusi pada iklim ekonomi dari daerah sekitarnya.
Dalam setiap piramida masyarakat diberikan tunjangan untuk mengembangkan bisnis berbasis rumah, seperti menjahit pakaian, memperbaiki barang listrik dan sebagainya, dalam rangka mendukung sektor informal dalam masyarakat dan menjaga keseimbangan kota dan berkontribusi pada iklim ekonomi dari daerah sekitarnya.
5. Harapan Arsitektur Indonesia pada Era
Jokowi
Presiden Indonesia
yang ke tujuh bapak Joko Widodo atau lebih populer dengan Jokowi yang baru saja
dilantik tentunya akan memberikan nafas dan harapan baru bagi arsitek maupun
masyarakat Indonesia pada umumnya. Jokowi yang tumbuh besar sebagai masyarakat
biasa yang tinggal di pinggir kali di Surakarta, dan pernah mengalami
penggusuran tentunya memiliki empaty yang sangat besar pada masyarakat kecil,
masyarakat marginal yang terpinggirkan terbukti ketika menjabat sebagai
gubernur DKI selama 1,5 tahun saja sudah membenahi banyak hal dengan program
program yang inovatif dan dilaksanakan dengan sangat cepat baik itu rumah
susun, pasar tanah abang maupun program rumah deret. Sebagai presiden tentunya
dia akan memiliki kebijakan setingkat nasional misalnya rumah susun bagi
masyarakat perkotaan harus dan wajib dirancang oleh arsitek Indonesia yang
terbiasa merancang hotel berbintang dan dikompetisikan secara terus menerus
sehingga menghasilkan social house/ rusun yang lebih manusiawi tidak hanya asal
kotak, tapi memiliki area-area public yang lebih manusiawi atau terdapat kebun
sayuran semua inovasi akan hadir sejalan dengan keterbukaan dalam perancangan.
Dalam penataan kota tentu saja kita berharap nbahwa semua masterpan
pengembangan kota harus didesain dan dirancang oleh ahlinya yang berkompeten
dibidangnya.
[1] Disampaikan dalam Seminar arsitektur pada peringatan
50 tahun Universitas Pancasila di Jakarta Design Centre (JDC) Slipi, Jakarta,
27 Oktober 2014
[2] Budi Pradono (1971), anggota IAI professional,
principal architect pada Budi Pradono Architects, firma arsitektur berbasis
riset, direktur JADUL (Jakarta Digital Urban Lab), saat ini ditunjuk sebagai
curator untuk pameran Austellung 70’s bad di Sciltach, Jerman 2014-2015,
ditunjuk sebagai advisor pada pengembangan industry creative bidang desain dan
arsitektur antara Indonesia dan UK.
[3] Johanes Widodo; Jakarta: a Resilient Asian
Cosmopolitan City, National University of Singapore, sumber : https://www.academia.edu/8451926/JAKARTA_a_Resilient_Asian_Cosmopolitan_City diakses pada tanggal 21 September 2014
[4] Kemas Ridwan Kurniawan, PARADOX, Sebuah Naratif
Tentang Arsitektur dan Urbanisme di Indonesia Pasca Reformasi, pidato
pengukuhan guru besar tetap bidang arsitektur UI; Kurniawan mengungkapkan bahwa
kawasan kota lama kini adalah representasi dari pertarungan ruang (‘spatial
contestation’)antara para reformist dan revitalist antara formalist,
capitalist, dan environmentalist.
[5] Delirious New York: A Retroactive Manifesto for
Manhattan, New York, Monacelli Press, 1994; Rem Koolhaas, et al, S,M,L,XL,
originally published by Oxford University Press 1978, New York: Monacelli Press
1995), dalam buku tersebut Rem Koolhaas dengan rinci menceritakan sejarah
pembagian blok sebagai cikal bakal terbentuknya grid di kota Manhattan.
[6] Giddens, The Consequence of Modernity (Standford:
Standford University Press, 1990); Sisi gelap modernisme diantaranya adalah
penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa, penindasan oleh yang kuat
pada yang lemah, ketimpangan social, kerusakan lingkungan pemicunya adalah
kapitalisme liberal yang mensyaratkan kompetisi tiada akhir, kedua
industrialisasi yang mensyaratkan inovasi.
[7] Baca: Yori Antar: ‘Pesan dari Wae Rebo: Kelahiran
kembali arsitektur Nusantara, sebuah Pelajaran dari Masa Lalu untuk Masa Depan’
, Gramedia Pustaka Utama 2010
[8] BPA adalah singkatan dari Budi Pradono Architects,
PT: Firma arsitektur berbasis riset yang didirikan pada tahun 2005. Sejak tahun
2005 berturut-turut mendapatkan penghargaan Emerging architecture award-UK,
Cityscape Awards, Dubai, Silver Interach medal dan honorary diploma , Bulgaria
(2007& 2009), WAF, World Architecture Festival, Barcelona (2008), World
architecture Community, Barcelona (2009), dan IAI awards (2011& 2012),
Karyanya juga terpilih dipamerkan pada Venice Architecture Biennale, Italy
(2014), Jakarta Contemporary Ceramic (2014), dan Bamboo Biennale (2014)
[9] Kencana House karya BPA mendapatkan penghargaan annual
design award 07 dari media architecture+, serta finalis IAI awards tingkat
Nasional tahun 2012
[10] Rumah Miring dimuat di media online Dezeen berbasis di
London sejak pertama kali di release tahun 2010.
[11]
Kota Helsinki sejak di tetapkan sebagai kota desain
No comments:
Post a Comment