Monday, February 12, 2018

Learning from Las Vegas wawancara oleh Rem Koolhaas (2)

Wawancara dengan Denise Scott Brown dan Robert Venturi
Belajar Kembali dari Las Vegas (2)
Belajar dari lanskap yang sudah ada adalah cara untuk menjadi revolusioner bagi seorang arsitek. – Learning from Las Vegas, 1972
Wawancara oleh Rem Koolhaas dan Hans Ulrich Obrist

HUO: Hans Ulrich Obrist          RK: Rem Koolhaas


DSB: Denise Scott Brown RV: Robert Venturi

PAPAN PENANDA VS. MASSA
RK: Jika saya ingin menggambar karikatur posisi Anda, saya bisa mengatakan bahwa papan-papan penanda lebih penting daripada substansi fisik bangunan--

RV: Tentu saja, papan-papan penanda lebih relevan/signifikan daripada bangunan.

RK: Bisakah kita katakan: tanda lebih penting daripada massa? Sejak terbitnya Learning from Las Vegas, kota ini menjadi lebih substansial, lebih masif: sekarang lebih terbangun daripada sebelumnya. Apakah menurut Anda pelajaran tentang “papan penanda mengungguli bangunan” masih berlaku?

RV: Ya: papan penanda lebih penting daripada massa. Atau, dengan kata lain, sebagaimana seseorang menulis tentang pendekatan kami baru-baru ini: bangunan, papan penanda, seni—semuanya adalah satu kesatuan. Dan itulah sebabnya kami berpikir bahwa Las Vegas saat ini ironisnya kurang relevan dibandingkan dengan Las Vegas dulu. Las Vegas berangsur-angsur berubah dari sebuah jalur komersial menjadi Disneyland. Dalam “Las Vegas after Its Classic Age,” kami menggambarkan evolusi-evolusi berikut: dari strip menjadi boulevard, persebaran kota menjadi kepadatan kota, lahan parkir menjadi halaman depan yang dihiasi, permukaan aspal polos menjadi taman romantis, gudang yang dihiasi menjadi “bebek,” listrik menjadi elektronik, lampu neon menjadi lampu piksel, elektrografis menjadi skenografis, ikonografi menjadi skenografi, Vaughan Cannon menjadi Walt Disney, budaya populer menjadi gentrifikasi, rasa yang populer menjadi rasa yang enak, perasaan menjadi seorang pengemudi menjadi perasaan sebagai seorang pejalan kaki, strip menjadi mall, mall menjadi pinggiran kota, vulgar menjadi dramatis. Untuk menyederhanakan, yang utama adalah Las Vegas telah beralih dari pola dasar strip dan perseberam menuju ke skenografi Disneyland. Skenarionya tidak selalu buruk—Place des Vosges bersifat skenografis, dan arsitektur, dalam artian, memang melibatkan penataan ruang agar tampak menarik. Bahayanya adalah Las Vegas telah menjadi bioskop yang eksotis dan bukan lagi sebuah tempat dalam artian yang sebenarnya.

RK: Tapi semua karakterisasi dalam daftar di atas relatif dinamis; mengapa Anda mengakhiri daftar tersebut dengan konsep “dramatis” yang terkesan negatif?

RV: Hal tersebut tidak selalu negatif dan, seperti yang saya katakan, banyak arsitektur bagus memiliki elemen skenografi. Tantangannya adalah bagaimana supaya dapat melakukannya dengan baik—autentik—saat ini.

RK: Tapi bagaimana mungkin seseorang yang mengaku populis dapat menyatakan bahwa fenomena populis yang paling sempurna tidak autentik?

DSB: Kita tidak bisa sesederhana itu mengatakan bahwa kita populis; Kami sangat beragam, kami elitis sekaligus populis.

RK: apa Anda sedang menulis sekarang?

RV: Saya selalu menulis. Sebagian besar tulisan saya adalah esai: sejak buku saya terbit, saya telah menulis kira-kira lima belas esai. Banyak sekali manifesto dan hal-hal seperti itu...

RK: Jadi apakah Anda tengah berada pada periode penuh gairah?

RV: Oh, saya tidak akan mengatakan seperti itu! Kami selalu bekerja, sebenarnya kami bekerja tujuh hari dalam seminggu, kecuali pada minggu Natal saat kami bekerja enam setengah hari.

RK: Ada ironi yang menarik dalam kenyataan bahwa Anda menganjurkan penerapan komersialisme Amerika dan energi sementara, saat ini, Amerika adalah negara yang paling buruk dalam penerapannya, karena ada kekhawatiran akan konteks, akan kesopanan, dan akan nostalgia...

RV: Ya, orang Amerika sangat malu karena bersikap komersial!

SEKARANG
RK: Sejauh ini, Anda telah mendiskusikan karier Anda dari sudut pandang kontinuitas dan dari sudut pandang perkembangan tema-tema yang ada sejak awal. Apakah ada juga unsur diskontinuitas, perubahan radikal?

RV: Karier saya selalu evolusioner, sebagian besar demikian.

DSB: Kami cukup merasa beruntung jika bisa memiliki sedikit gagasan bagus—bahkan kalaupun hanya satu—di sepanjang karier kami. Kemudian jika kami bisa membangun tema sentral kami, mendiversifikasinya, dan memperkuatnya, melalui pengalaman profesional kami. Namun kira-kira setiap sepuluh tahun sekali telah terjadi perubahan dalam pekerjaan kami karena adanya berbagai proyek yang kami terlibat di dalamnya. Kami menghentikan praktik perencanaan kota pada tahun 1980an karena saya tidak bisa membiarkan perusahaan saya kehilangan uang lagi sebanyak yang hilang pada proyek-proyek perencanaan selama era Nixon dan Reagan. Namun seiring dengan keputusan kami untuk meninggalkan urbanisme, proyek perencanaan kampus membuat kami tidak sadar bahwa kami sedang bekerja sebagai urbanis saat kita menggarap proyek kampus-kampus di beberapa kota kecil. Sejak tahun 1980, kami telah membangun serangkaian bangunan-bangunan dan kompleks-kompleks akademis yang meliputi ruang-ruang kelas hingga tempat tinggal, laboratorium, perpustakaan, dan gedung pusat kampus. Pekerjaan akademis kami mengarahkan kami kepada praktik kelembagaan dan kemasyarakatan perkotaan, terutama museum, dan kepada proyek-proyek pemerintah Jepang dan Prancis. Dan pekerjaan laboratorium kami di tahun 1980an membuat kami beralih ke desain bangunan medis pada tahun 1990an. Jadi ada perubahan dalam subyek-subyek kami, tapi kontinuitas dalam filsafat kami. Proyek-proyek kami membuat kami terus-menerus belajar.

RK: Dan tidak adakah gagasan-gagasan masa lalu yang sekarang Anda tolak?


RV: Tidak, saya kira tidak. Ada dua perubahan filosofis utama. Salah satunya mengenai Complexity and Contradiction in Architecture: Ketika guru saya yang mengagumkan di Princeton, Donald Drew Egbert, membacanya, dia mengatakan bahwa buku itu seharusnya berjudul Complexity and Contradiction in Architectural Form (Kompleksitas dan Kontradiksi dalam Bentuk Arsitektur), karena inti buku tersebut adalah tentang bentuk. Kemudian, Las Vegas pada dasarnya adalah tentang simbolisme, jadi ada pergerakan ini, yaitu dari bentuk ke simbolisme—kita lebih membahas tentang simbolisme sekarang. Hidup papan penanda!

No comments:

Post a Comment