Monday, December 7, 2009

On progress: Pure Shin Si Li exhibition space, Taipei, Taiwan by budi pradono architects 2009-2010

On Progress: Pure Shin Si Li Exhibition space, Taipei, Taiwan.





Arsitektur Hijau, Tantangan, Kepedulian dan Kekinian

Arsitektur Hijau, tantangan, kepedulian dan kekinian1


Budi Pradono2


Arsitektur Hijau dan Etika arsitek

Dalam beberapa tahun terakhir ini isu tentang green architecture / arsitektur hijau menjadi bahan pembicaraan di seminar-seminar baik di tingkat Internasional, nasional maupun regional mengingat keadaan lingkungan di bumi mulai tidak terlalu bersahabat dengan pemanasan global (global warming), lalu konsumsi energi yang meningkat tajam berkebalikan dengan produksi energy yang tidak terbaharukan menurun drastis, hal-hal tersebut menuntut kita sebagai arsitek untuk berpikir kritis dalam mengajukan proposal rancangan lingkungan binaan yang baru.

Profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (Green Architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energy, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.

Green dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa yang sangat baik). Popularitas Green building pun mendapatkan momentum yang memadai dari bertambahnya pengetahuan para arsitek dalam mengimplementasikan ide-ide brilian dalam mengajukan rancangan yang terintegrasi.


Ukuran Green

Seberapakah bangunan dapat dikatakan green sementara bangunan lain tidak? Di Negara – Negara maju sistem akreditasi kadar hijau pada bangunan sudah dilakukan dengan standard dan alat uji tertentu. Setiap bangunan dapat dilakukan survey dan kemudian diberi peringkat, bahkan beberapa Negara juga sudah menerapkan reduksi pajak bagi bangunan-bangunan yang dikategorikan green building. Di Amerika Serikat program menghijaukan bangunan sudah sangat baku dengan adanya program LEED (Leadership in Energy and Environmental Design), Green Building Rating System, sebuah program dari lembaga U.S. Green Building Council (USGBC). Program LEED mempermudah kita dalam mengukur tingkat berkelanjutan suatu proyek secara quantitative. Rating sistem ini di review dan diperbaiki kembali oleh USGBC setiap dua tahun sekali. Menurut catatan Cathleen McGuigan dalam majalah Newsweek, ada tidak kurang dari 16000 proyek pada tahun ini yang terdaftar untuk diakreditasikan dalam LEED hal ini melonjak tajam dari hanya sekitar 573 proyek di tahun 2000. Hal ini menunjukan betapa banyak pihak (Arsitek, Owner, developer, kontraktor) yang berkeinginan untuk menjadikan bangunannnya menjadi Hijau.


Antara estetika dan arsitektur yang berkelanjutan

Pertanyaan yang mendasar yang selalu menjadi pekerjaan rumah bagi arsitek adalah menghasilkan desain arsitektur hijau tapi sekaligus juga indah dan dengan budget yang memadai. Kenyataannya untuk menciptakan bangunan dengan standar agar bangunan sustainable sebenarnya tidak murah, hal ini disebabkan karena teknologi yang digunakan masih terhitung mahal. Inilah yang mengharuskan kita sebagai arsitek untuk dapat menggali lebih cermat lagi tentang kepandaian lokal dan juga material lokal yang dapat diolah sedemikan rupa untuk menghasilkan bangunan moderen. Dengan memenuhi standard kebutuhan masyarakat kontemporer. Renzo Piano arsitek Italy yang sudah berumur 71 tahun mengungkapkan :

“ Making green building is a practical answer, but architecture is about desire; it’s about dreams.”

Dalam artikel Newsweek tersebut sang penulispun menegaskan bahwa: sustainability is about the practical system of building, not the beauty of great design. Jadi kita perlu menegaskan kembali bahwa kaidah-kaidah arsitektur yang utama tentang keindahan dan fungsionalitas suatu lingkungan binaan dapat tercapai sekaligus memenuhi standard berkelanjutan sehingga bisa dikatakan hijau.

Beberaka indikasi Arsitektur Hijau

Berikut ini adalah beberapa daftar indikasi menjadikan bangunan Hijau: Jika dikaitkan dengan praktek arsitektur: renewable resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui, passive-active solar & photovoltaic; teknik yang mempergunakan tanaman untuk atap dan taman tadah hujan untuk mereduksi kekurangan air, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk area parkir dari pada aspalt dll. Green building material: material yang cepat pertumbuhannya seperti bambu dan kayu dari hutan yang terkendali, Mereduksi Penggunaan Energy: Low energy House dan Zero Energy building dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope), penggunaan insulasi pada dinding, ceiling dan lantai memaksimalkan penggunaan energy matahari, terakhir dengan menggunakan energy yang terbaharukan seperti solar power, windpower, dan hydropower maupun biomass. Mereduksi limbah baik saat konstruksi pembangunan maupun pengolahan air kotor dan air limbah dengan system pengolahan moderen.

Beberapa contoh dan studi kasus

Dalam merespon arsitektur hijau. Tanggungjawab sebagai arsitek dalam merancang lingkungan binan yang baru (arsitektur) tidak saja harus terpaku pada standard – standard baku best practice seperti yang saya kemukakan di atas akan tetapi juga yang paling penting adalah pencarian keseimbangan baru dalam rancangan dan menentukan komposisi pengelolaan desain pada suatu tempat, suatu program yang pelik ataupun suatu tuntutan yang tidak mudah dijawab. Arsitektur hijau tidak dapat hanya dibaca sekedar hijau, sekedar memiliki bukaan yang baik, sekedar ada rumputnya saja tapi harus lebih dalam dari itu semua. Ketika seorang arsitek berpegang teguh pada masalah yang paling krusial di lingkungannya, kita harus mengambil keputusan-keputusan desain yang penting pula, menciptakan openspace baru, menciptakan alat pemberdayaan masyarakat dan juga alat penetrasi matahari yang paling sederhana, maupun menyelesaikan keseimbangan sosial dengan artikulasi arsitektur adalah hal tersulit yang selalu harus dilakukan oleh arsitek. Untuk itu dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan beberapa contoh dari proyek –proyek yang kita kerjakan di studio kami Budi Pradono Architects (BPA) dimana beberapa perbedaan prioritas dalam mendesain ataupun metode dan strategi dalam merancang berorientasi pada arsitektur hijau.

Studi kasus1: Bloomberg office interior fit out di Deutsche Bank building, Jakarta.

Sistem otomatisasi pencahayaan pada ruang kerja di Kantor Bloomberg ini dirancang agar sisi –sisi ruangan yang menghadap keluar bangunan dapat secara otomatis mereduksi penggunaan cahayanya. secara otomatis seluruh lampu penerangan pada ruangan-ruangan di sisi jendela menyala dan mati sejalan dengan kebutuhan, system otomasi ini dimungkinkan dengan teknologi dimmer yang mengacu pada sensor cahaya yang dipasang pada ruangan ini. Ini adalah salah satu contoh effisiensi Pencahayaan.


Studi Kasus 2: K-House di Bintaro Jakarta

Proyek Rumah mungil ini merupakan proyek yang cukup menarik, karena jumlah penghuninya terdiri dari 3 (tiga) orang dan 5 (lima) ekor anjing. Intensitas perancangannya adalah bagaimana memperbaiki rumah standard type 21 ini menjadi rumah yang nyaman bagi manusia dan anjingnya serta tetangganya, jadi definisi arsitektur hijau dapat diinterpretasikan dalam konteks sosial agar anjing-anjing sang pemilik rumah tidak mudah lepas, sehingga tetangganya merasa nyaman. Desain yang disetujui adalah desain renovasi yang mengangkat isu keamanan lingkungan dan kenyamanan pemilik rumah ini, dari pada harus membuat kandang satu persatu maka bukankah lebih murah jika seluruh rumah ini juga di kandang. Sehingga artikulasi kurungan ini menjadi hal yang spesifik menghancurkan konsep kandang anjing yang menyeramkan tapi menjadi arsitektur baru yang indah.




Studi Kasus 3: Ahmett Salina Studio, Jakarta Selatan

Arsitektur hijau dalam proyek ini mencakup beberapa hal; yang pertama setback dari garis sempadan yang seharusnya hanya 5 meter kita dorong lagi menjadi 8 meter sehingga ruang di depannya menjadi lebih luas dari tetangganya. Ini menjadi tempat yang dapat digunakan bersama. Jadi open space memberikan tempat bagi masyarakat sekitar untuk dapat menggunakannya. Yang kedua memanfaatkan dinding-dinding sekitarnya, baik dinding tetangga di kiri kanan maupun dinding hijau di belakang bangunan dimanfaatkan juga sebaik-baiknya. Yang ketiga memanfaatkan elemen bambu sebagai kulit kedua (secondary skin) agar dapat menetralisir panas matahari.




Studi Kasus 4: AA house di Cipinang, Jakarta Timur

Proyek AA house ini merupakan typikal rumah urban di Jakarta, dengan keterbatasan lahan, bangunan utamanya diangkat agar sisi bawahnya cukup luas untuk area parkir kemudian bangunan dibuat seperti island, sisi kiri kanannya digunakan sebagai sirkulasi. Dengan kebutuhan diagramatiknya yang banyak negosiasi programnya memberikan keleluasaan untuk saling overlap antar satu program dengan program yang lainnya. Ruang tamu dan mushola dapat dibuka dan mencairkan ruang menjadi lebih luas untuk kepentingan yang lebih banyak lagi. Di sisi pencahayaan matahari dimungkinkan untuk masuk dari segala sisi. Pada setiap jengkal tempat yang tersisa diciptakan roof garden yang hijau ingá pada lantai atapnya.


Studi Kasus 5: Rumah Kindah office, Jakarta Selatan

Kantor ini dirancang agar pada masa depan menjadi salah satu kantor paperless (tanpa kertas) di Jakarta, meskipun luas lahannya tidak terlalu luas sekitar 500 m2, namun kita mencoba memaksimalkan lahan tersebut, pada sisi depan / arah barat bangunan ini selain terletak jalan raya depok juga rel kereta api yang menghubungkan antara Jakarta Selatan dan Universitas Indonesia di wilayah yang lebih suburban sehingga kemacetan kendaraan dan kebisingan mobil dan kereta api berlangsung pada setiap pagi dan sore bersamaan dengan jam kerja kantor maupun kuliah.Untuk itu bangunan ini dirancang sangat spesifik mengantisipasi kebisingan ini, dengan metode origami / seni melipat kertas bangunan kantor ini dibuat introvert, dan lebih terbuka kea rah dalam seperti courtyard. Ruangan-ruangan dengan computer diantisipasi untuk dibuat tertutup sisanya dibuat terbuka ke arah dalam sehingga bangunan ini menerapkan efisiensi penggunaan cahaya, karena setiap siang hari hampir semuanya tidak memerlukan lampu, dan hanya area dengan komputer saja yang tertutup yang menggunakan AC. Dinding dari material beton yang tebal dengan insulasi di dalamnya sekaligus menjadi sound barrier dalam mengantisipasi kebisingan.











Study Kasus 6: Penerapan Arsitektur hijau melalui distribusi programming dan integrasinya dalam konteks lokal pada proyek monumen 100 tahun London Sumatra, Medan






Monumen 100 tahun London Sumatra, Medan, Sumber: dokumentasi Budi Pradono Architects

Dari hasil survey lokasi di kawasan perkebunan kelapa sawit di Sei Merah menunjukkan banyak sekali anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan yang memadai sehingga ide rancangan monumen ini diarahkan juga menjadi edukatorium bagi kawasan botanical garden. Transformasi program dan diagram menjadikan arsitektur menawarkan berbagai pengalaman ruang yang spesifik pada akhirnya bangunan ini tidak sekedar hanya sebagai tugu peringatan tetapi sebagai alat (device) bagi pemberdayaan masyarakat setempat. Ruang publik yang didesain untuk mampu menampung berbagai kegiatan edukasi petualangan (adventure education), pendidikan lingkungan (environment education). Arsitektur hijau dalam proyek ini yang sesungguhnya ditunjukkan dari programnya yang tanggap pada situasi sosial masyarakat setempat, sehingga kebutuhan pendidikan pada masyarakat sekitarnya dapat ditampung dalam rancangan monumen experimental ini. Lipatan-lipatan yang kemudian muncul digabungkan dengan beberapa program yang disebarkan ke seluruh monument, kemudian menghasilkan ruang-ruang publik dengan kualitas yang bermacam-macam. Dengan perencanaan kawasan yang mengarah pada eco-planning, sekaligus bangunan monument dengan atap yang hampir seluruhnya diselimuti rumput (roof garden)

Dari tulisan di atas dapat dikatakan bahwa experimentasi arsitektur harus terus dilakukan secara bersamaan dengan konsep green architecture , sementara itu aspek sosial budaya di lingkungan setempat memiliki andil yang besar dalam menentukan type dan sistem material yang digunakan. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi para arsitek, sekaligus kepedulian pada hal-hal yang remeh di sekitar kita. Lokalitas dari suatu tempat, baik kepandaian, material, cuaca dan keadaan lingkungan sosialnya harus menjadi aset yang spesifik dalam mengajukan desain yang baik.

Paris, Nov 3, 2008















Sunday, December 6, 2009

On Proccess: T House Gallery 2009-

T House Gallery ini dirancang dengan metode programming; setelah seluruh kebutuhan di masukkan ke dalam site bentuknya dibuat dari model, massa bangunan dipotong-potong hingga menghasilkan beberapa segmen sehingga kulit bangunannya memiliki sisi yang berbeda-beda, dari sini baru bisa ditentukan pada sisi mana yang harus porous, dan sisi mana yang tetap solid. kemudian juga ditentukan area mana yang lebih hijau.












Project name: T House Gallery
architect: Budi Pradono Architects
project architect: Budi Pradono
Project team: Budi Pradono with Novitry Ivy, Anton Suryono, and Daryanto
Location: Surabaya
Design year: 2009-


On progress: R House, Depok jakarta by budi pradono architects



R-House, merupakan rumah dengan tema yang multi layer: 1. tema pertama adalah membuka dialog dengan para tetangga dengan menyediakan verandah yang khas betawi. seluruh ornamen betawi yang ada pada railing tangga dan verandah ditransformasikan menyeluruh sebagai bukaan di atap yang memberikan citra baru berupa bayangan ke dalam ruang depan, dari atap yang diintervensi oleh ornamen baru.
2. tema kedua adalah tema 'petualangan' yang sangat kental di miliki oleh pemilik rumah; lewat prosesi ramp masuk ke dalam bangunan, melalului unsur air yang merebak ke dalam ruang utama maupun kamar tidur, kemudian diakhiri dengan kolam renang pada sisi belakang bangunan.
3. tema ketiga adalah arsitektur hijau / green architecture; semua limbah diolah dengan mini stp sehingga semua kotoran yang dikeluarkan dari bangunan ini memenuhi standard BOD yang di tetapkan oleh pemerintah. Mereduksi penggunaan AC, dengan bukaan yang memadai, mereduksi penggunaan lampu pada siang hari.
4. Tema ke empat adalah; Super Hijau: Mari menanam pohon di dalam rumah: di dalam rumah ini akan di tanam pohon tabe buya dengan bunga berwarna kuning yang akan berada di ruang keluarga dan ruang makan yang akan menembus atap. Pada atap kita akan tanam rumput: menjadikan rumah ini super hijau.
Sekarang sudah kira-kira sudah 75 % semoga selesai sesuai target bulan maret 2010 !