Kekinian dan Masa
Depan dalam praktek Arsitektur[1]
disampaikan dalam seminar Forsight, di UAJY, 19 Mei 2015
Budi Pradono[2]
Latar Belakang
Dalam kesempatan seminar ini yang diselenggarakan oleh
Jurusan arsitektur Universitas Atma jaya Yogjakarta, saya diberi tema yang
cukup sulit untuk diterjemahkan, temanya “forshight” dalam tema itu mengacu
pada pandangan pandangan arsitek pada masa depan, dimana pandangan tersebut
harus mengacu pada masa lalu dan masa kini.
Menjadi praktisi arsitek adalah sebuah pilihan. Menurut
survey yang dilakukan baik itu di kampus-kampus terkemuka di seluruh dunia,
maupun sekolah arsitektur yang ada rata-rata hanya dua persen saja dalam satu
angkatan yang benar-benar menjadi arsitek atau arsitekpreneur, yang membuka
kantor arsitek sendiri maupun bersama-sama dengan koleganya. Sisanya menjadi
banker, pengusaha yang masih berhubungan dengan dunia arsitektur misalnya
membuka kantor developer, menjadi kontraktor, menjadi animator, maupun menjadi
supplier bahan bangunan. Patut diakui profesi arsitek merupakan profesi yang
unik, keren tetapi melelahkan, kita harus mencurahkan segala energy dan pikiran
kita pada pekerjaan ini, baik dilakukan secara normal seperti orang kantoran
kebanyakan atau super serius yang mengharuskan kita lembur demi mencapai
deadline waktu. Sejak kita kuliah adalah saat dimana seleksi alam itu dimulai.
Setiap mahasiswa dituntut untuk memiliki passion yang kuat, semangat yang
membara dan juga cinta… sehingga berhari-hari lembur pun dilakukan dengan
gembira. Kembali kepada ema yang ditawarkan jadi kalau saya harus merunut masa
lalu masa kini dan masa depan tentu saja ini menjadi autobiografi yang menarik,
menjadi referensi bagi para mahasiswa.
Pemahaman Sejarah
Penting sekali bagi setiap lulusan arsitektur mempelajari
sejarah, mata kuliah ini yang diberikan hanya 2 sks nyatanya sangat berguna,
sebagai alat untuk mendefinisikan dirinya sendiri ketika akan lulus. Kita bias
melihat bahwa semua arsitek besar masa kini merupakan arsitek yang berhasil
menemukan keunikan / keunggulannya dari yang lain. Keunggulan itu diperoleh karena
pemahaman sejarah, karena latihan ( Zaha hadid perlu 20 tahun untuk kalah dalam
mengikuti berbagai kompetisi didunia, tetapi tetap konsisten dengan metode nya
dengan strategi perancangannya baginya kompetisi adalah exersize yang tiada
henti. Dari studio nya yang kecil di London, sekarang dia memiliki 400 karyawan
yang mengerjakan rancangan bangunan di seluruh dunia.) yang kedua adalah banyak
melihat, kita yang tinggal di Indonesia bias iri karena terlalu sedikit contoh
rancangan bangunan internasional dengan kualitas A ada di Indonesia. Hal ini
dimaklumi karena ilmu arsitektur masih terlalu baru untuk ukuran Indonesia,
seperti kita ketahui lulusan arsitek pertama dari ITB Indonesia, adalah pada
tahun 1958. Dalam rentang waktu itu hingga kini para arsitek Indonesia belum
mendapatkan tempatnya karena situasi politik dan pemerintahan yang memandang
itu hanya sebelah mata. Masa keemasan arsitek Indonesia adalah masa jaman
presiden pertama RI, karena di saat awal kemerdekaan itu Soekarno ingin
membangun Jakarta agar setara dengan kota –kota metropolitan di duina. Tetapi
setelah era Soekarno yang menyelenggarakan banyak kompetisi bangunan public,
selama 30 tahun kita dikendalikan oleh penguasa yang otoriter
yang kurang paham pada
tatanan arsitektur. Tentu saja selama itu pula arsitektur yang dianut adalah
arsitektur barat kapitalistik. Itu adalah masa-masa dimana terjadi boom minyak
bumi dan sepanjang jalan sudirman Thamrin dibanjiri bangunan box kaca yang
generic, inilah hadirnya international style.
Saat saya menyelesaikan study arsitektur tahun 1995 dan
kemudian menimba ilm dengan bekerja di berbagai Negara selama kurang lebih 10
tahun. Saya merasakan hadirnya orde
reformasi setelah orde sebelumnya tumbang. Pada masa itu hingga sekarang kita
mendapatkan gempuran informasi yang begitu cepat, massif dan bombastis,
gempuran gempuran itu sebenarnya bagian dari globalisasi dan penyetaraan
persepsi. Sosial media tumbuh pesat yang menyebabkan menipisnya batas geografis
seseorang. Sosial media yang tumbuh subur menjadikannya mediator bagi
pertukaran gambar/ image ke seluruh dunia. Pertukaran ini menyebabkan
arsitektur telah direduksi menjadi komoditas yang hanya dilihat dari image /
tampaknya saja, tetapi pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bangunan itu
terbangun menjadi sangat kurang, konsep dalam berarsitektur telah direduksi
hanya sebagai kulit luar tanpa arti.
Arsitektur Moderen
Tonggak sejarah arsitektur modern dicanangkan oleh Le
Corbusier (1887-1965) pada tahun 1931, ketika dia dengan semangat membara
meluncurkan sebuah buku klasik berjudul “Towards
A New Architecture” : salah satu
argument dari Corbu adalah tentang arsitektur atau revolusi: The history of Architecture unfolds itself
slowly across the centuries as a modification of structure and ornament, but in
the last fifty years steel and concrete have brought new conquest, which are
the index of greater capacity for construction, of an architecture in which the
old codes have been overturned. If we challenge the past, we shall learn that
“styles” no longer exist for us, that style belonging to our period has come
about; and there has been Revolution.[3]
Corbu juga mengingatkan bahwa Architecture has nothing to do
with the “styles” argument ini tetap relevan hingga saat ini.
Tonggak berikutnya adalah buku karya Rem Koolhaas “Delirious
New York: Retroactive Manifesto for Manhattan (1978) sebuah buku wajib bagi arsitek maupun
mahasiswa arsitektur di seluruh dunia dalam buku ini Rem Koolhaas menyatakan "The City is an addictive machine from
which there is no escape"
aspek kunci dari arsitektur yang Koolhaas perkenalkan
adalah"Program": dengan munculnya modernisme di abad ke-20
"Program" menjadi tema utama dari desain arsitektur. Gagasan Program
melibatkan "tindakan untuk mengedit fungsi dan aktivitas manusia"
sebagai dalih desain arsitektur: dicontohkan dalam Form follow Function,
pertama kali dipopulerkan oleh arsitek Louis Sullivan pada awal abad ke-20.
Gagasan ini pertama kali dipertanyakan di Delirious New York, dalam analisisnya
arsitektur bertingkat tinggi di Manhattan. Sebuah metode desain awal yang
berasal dari pemikiran tersebut adalah "cross-pemrograman",
memperkenalkan fungsi tak terduga dalam program ruang, seperti menyediakan trek
lari di gedung pencakar langit.[4]
Tonggak berikutnya adalah buku Rem Koolhaas :S,M,L,XL setebal
1376 halaman
Buku yang diterbitkan tahun 1995 menggabungkan esai,
manifesto, buku harian, fiksi, perjalanan, dan meditasi di kota kontemporer.
Hampir sepuluh tahun Karya karya Rem Koolhaas di OMA yang gagal terealisir
ditampilkan dalam buku ini sebuah implementasi dari hasil riset buku yang
pertama, merupakan interpretasi dalam Manhatannisme, banyak istilah yang
kemudian menjadi umum dalam istilah arsitektur seperti Biggness dan urbanisme.
Arsitektur dalam
praktek pada firma BPA
Pada praktek
arsitektur yang saya jalankan dan dalam mengantisipasi kemajuan dalam informasi
teknologi dan dalam mengantisipasi perubahan cara bertinggal, urbanitas yang
baru sehingga disadari perlu adanya firma rsitektur dengan kerangka riset yang
kuat. Budi Pradono Architects (BPA) berdiri tahun 2005, didefinisikan sebagai
firma arsitektur yang berbasis riset.[5]
Hal ini memberikan output yang luas baik di bidang perancangan urban, bangunan
privat, maupun bangunan kebudayaan dan komersial. Sebenarnya basis penelitian
ini memberikan kesempatan yang luas agar BPA dapat selalu berinovasi dengan
begitu karya-karyanya merupakan sesuatu yang benar-benar baru sehingga ke
depannya dapat menggoreskan sejarah arsitektur di Indonesia. Dari sisi
perancangan juga diharapkan dapat menjadi global karena mereduksi batas
geografis suatu Negara, diharapkan ke depan dapat menjadi bagian dunia yang
lebih luas. BPA karena berfokus pada perubahan lifestyle masyarakat kontemporer.
tentu saja bersentuhan dengan kehidupan masyarakat dunia terkini, hal inilah
yang menyebabkan analysis-analysis pada perubahan masyarakat ini yang akan
menentukan rancangan sehingga rancangan-rancangannya menjadi sangat spesifik.
Dalam presentasi kali ini saya akan menjelaskan metode dan sekaligus
rancangan-rancangan terkini, yang terdiri dari beberapa studi kasus; proyek
arsitektur ini semuanya memiliki beberapa pendekatan yang berbeda-beda, namun
juga memiliki garis merah yang sejalan antara lain adalah pendekatan
programming dan diagraming yang dapat diimplementasikan pada setiap study
kasus. Perbedaan mendasar dari setiap proyek adalah karakteristik lokalitasnya
atau konteks. Dengan begitu ramuan arsitekturnya adalah perkawinan antara programming
dan konteks tempatnya atau the spirit of place nya.
[2] Budi Pradono (1971), anggota IAI professional,
principal architect pada Budi Pradono Architects [BPA], firma arsitektur
berbasis riset, direktur JADUL (Jakarta Digital Urban Lab), saat ini ditunjuk
sebagai curator untuk pameran Austellung 70’s bad di Sciltach, Jerman
2014-2015, ditunjuk sebagai advisor pada pengembangan industry creative bidang
desain dan arsitektur antara Indonesia dan UK 2014-2015,
[3] Le
Corbusier, Towards A New Architecture, 1986, hal 7,
[4] Delirious New York: A Retroactive Manifesto for
Manhattan, New York, Monacelli Press, 1994; Rem Koolhaas, et al, originally
published by Oxford University Press 1978, New York: Monacelli Press 1995),
dalam buku tersebut Rem Koolhaas dengan rinci menceritakan bagaimana program
yang terus berubah secara dinamik mengisi tower-tower di dalam grid yang tidak
berubah
[5] BPA adalah singkatan dari Budi Pradono Architects, PT:
Firma arsitektur berbasis riset yang didirikan pada tahun 2005. Sejak tahun
2005 berturut-turut mendapatkan penghargaan Emerging architecture award-UK,
Cityscape Awards, Dubai, Silver Interach medal dan honorary diploma , Bulgaria
(2007& 2009), WAF, World Architecture Festival, Barcelona (2008), World
architecture Community, Barcelona (2009), dan IAI awards (2011& 2012),
Karyanya juga terpilih dipamerkan pada Venice Architecture Biennale, Italy
(2014), Jakarta Contemporary Ceramic (2014), dan Bamboo Biennale (2014)
No comments:
Post a Comment